MISTERI_cerita misteri adalah salah satu cerita yang menarik dari berbagai cerita yang pernah kubaca. Tiba-tiba terlintas difikiran untuk bikin sebuah cerita bertema misteri. Walaupun masih amatiran, semoga cerita ini cukup menarik.
TAK TERDUGA
Pagi itu sungguh pagi yang mencekam.
Mungkin karena kejadian itu, hidupku jadi berubah. Dan karena kejadian itu
pula, aku jadi bisa membuka mata dan melihat betapa banyaknya hal kecil yang
merupakan awal dari suatu kejadian yang tak terduga.
Perkenalkan namaku Rosalina Sujiwati
atau biasa dipanggil Lina.Pagi itu, aku tak tahu hantu apa yang sedang merasuki
sahabatku, Val atau lengkapnya Valeria Putri Santoso. Cewek berambut pendek dan
berkacamata bingkai tipis itu tiba-tiba sudah ada di depan rumahku. Ia memintaku
untuk menemaninya ke sekolah. Awalnya aku menolak karena waktu masih
menunjukkan pukul 05.30 pagi dan sekolah baru mulai pukul 07.00. Tapi Val terus
membujukku.
“Ayolah Lin, temenin aku ke sekolah.
Bukuku ada yang ketinggalan di kelas, dan di buku itu ada tugas yang belum aku
selesaiin dan lagi tugas itu harus dikumpul waktu pelajaran pertama.” Pinta Val
dengan wajah memelas.
“Hhhmm... yaudah, yaudah aku
temenin. Tunggu 15 menit ya, aku mau siap-siap.”
20 menit kemudian kami pun berangkat
ke sekolah. Sesampainya di depan sekolah, tiba-tiba perasaanku tak enak. Desir
angin yang dingin membuat bulu kudukku berdiri. Langit mendung dengan matahari
yang belum sepenuhnya terbit, ditambah lampu-lampu yang berpendar remang yang
ada di sekitar gedung sekolah, membuat suasana semakin mencekam. Bukannya aku
takut akan hantu atau hal semacamnya, tapi kurasa akan ada peristiwa
menggemparkan di sekolah ini.
Untuk menutupi kegelisahanku aku pun
bertanya pada Val. “Val, kita parkir dimana nih?”
“Uumm... di parkiran yang ada di
selatan gedung sekolah aja gimana?”
“Yang ada kamar mandinya itu?”
“Iya. Soalnya parkiran disitu yang
paling deket sama kelasku.”
Aku tak yakin untuk parkir di tempat
itu, karena setahuku pencahayaan disana cukup buruk. Tapi entah kenapa aku
menuju parkiran itu juga. Selama perjalanan menuju parkiran, perasaan gelisah
dan tak enak yang sempat kurasakan, kembali datang menerpa. Aku merasa ada
sesuatu yang telah terjadi di sekolah ini. Aku melihat ke arah Val yang ada di
boncengan belakang melalui spion motor, ku lihat dia juga tampak gelisah. Tapi
sepertinya kegelisahannya lebih ke tugas yang belum ia selesaikan.
Setelah motor yang kukendarai
terparkir dengan benar, Val pun turun dari boncengan dan segera merapikan
rambut dan kacamatanya. Aku pun mengeluarkan lalu menghidupkan senter
handphoneku, karena pencahayaan di parkiran ini sangat minim.
Aku mulai menyenteri jalan yang ada
di depanku. Tapi ada yang tak biasa dengan jalan itu. Aku melihat seperti ada
beberapa bercak aneh yang seakan membekas disana. Ku pikir itu hanya bercak air
atau cat yang tercecer. Tapi rasa ingin tahuku lebih besar dari pemikiran itu.
Aku mendekati bercak itu, dan berjongkok untuk mengamatinya lebih jelas.
“Val, kesini bentar deh.”
“Ada apa sih Lin? Aku buru-buru
nih.”
“Udah, sini aja dulu. Ada hal aneh
yang mau aku tunjukin nih.”
Setelah Val berada disampingku, aku
pun menunjukkan bercak itu padanya. “Coba lihat deh Val, ini bercak darah atau
bukan sih? Soalnya baru aku deketin, baunya anyir gitu.”
Val memperhatikan bercak itu. Ia
menyentuh dan mencium aroma bercak itu. Aku juga melakukan hal yang sama, dan
satu hal yang aku tahu pasti, bercak itu cukup baru.
“Iya, ini bercak darah, dan
tampaknya ini baru 8-9 jam yang lalu. Tapi aku nggk tau ini bercak darah
manusia atau hewan.” Val pun berdiri dan mengeluarkan lalu menghidupkan senter
handphonenya juga. Kini aku bisa melihat dengan lebih jelas ke arah bercak
darah itu. Ternyata bercak itu tak hanya ada disana. Aku melihat di bawah
kakiku juga ada bercak yang sama. Aku berdiri dan menyenteri jalan di
belakangku, dan ternyata disana juga ada bercak yang sama. Bercak itu seakan
membentuk sebuah rantai yang panjang.
“Val lihat! Disana juga ada bercak
yang sama.” Kataku sambil menunjuk ke arah bercak yang ada di belakangku.
“Lin, gimana kalau kita ikutin
bercak ini?”
“Tapi tugasmu gimana?”
“Udah, urusan tugas nantian aja.
Sekarang aku mulai penasaran sama bercak ini. Aku pikir ini darah manusia, tapi
aku nggk begitu yakin.” Ucap Val dengan mantap. Aku tak yakin akan ide itu.
Perasaan tak enakku kembali datang. Tapi sebelum aku mengucapkan penolakanku,
Val sudah menarik tanganku. Alhasil, aku dan Val mengikuti bercak darah itu.
Sekarang aku mulai menyesal telah
menemukan bercak itu. Harusnya aku abaikan aja bercak itu dari awal. Tapi mau
gimana lagi? Nasi sudah jadi bubur. Kini dengan perasaan gelisah, aku mengikuti
bercak itu bersama Val. Kami terus mengikuti bercak itu, hingga beberapa saat
kemudian, kami pun tiba diujung bercak itu.
Aku pun menyoroti senter handphoneku
ke depan. Ternyata bercak ini berujung di sebuah pintu yang cukup besar, yang
menurut perkiraanku ini adalah pintu gudang. Setelah aku dan Val melihat ke
sekeliling, ternyata dugaanku benar. Kami berada di sebuah gudang, atau lebih
tepatnya ini adalah gudang olahraga, dimana semua barang yang berhubungan
dengan olahraga disimpan di gudang ini.
“Val, kamu bauin sesuatu nggk? Kayak
aroma anyir yang pekat banget.”
“Iya, aku juga bauin. Kayaknya dari
dalam gudang ini deh. Gimana kalau kita coba buka aja ini gudang.”
“Tapi, setahuku pintu gudang ini
selalu terkunci.”
“Kalau ke kunci, kenapa ada tumpukan
batako disini?” Kata Val sambil menunjuk tumpukan batako yang tidak terlalu
tinggi.
Benar juga kata Val. Kenapa ada
tumpukan batako disini? Dan lagi, tumpukan ini cukup menghalangi pintu gudang.
Setahuku di sekolah ini tidak ada proyek membangun. Ini aneh, benar-benar aneh.
Ditengah lamunanku, tiba-tiba Val
bertanya padaku. “Lin, gimana kalau kita singkirin batako-batako ini. Siapa tau
setelah kita singkirin, ternyata pintu bisa dibuka. Gimana?”
“Kamu yakin?” tanyaku ragu. Perasaan
gelisah yang tadi kurasakan masih belum hilang.
“Iya, aku yakin.” Kata Val sambil
memasukkan handphonenya ke saku rok dan mulai menyingkirkan batako-batako itu.
Aku masih terpaku ditempat dan
mencoba untuk mengenyahkan rasa gelisahku dan mencoba berpikir positif.
Akhirnya aku pun memasukkan handphoneku ke saku jaket yang ku pakai dan
membantu Val menyingkirkan batako-batako tersebut.
Beberapa menit kemudian,
batako-batako itu sudah tersingkir. Kami pun kembali mengambil handphone dan
mengaktifkan senter handphone kami. Desir angin pagi yang tiba-tiba berhembus,
membuat perasaanku kembali tak tenang. Tapi kembali kucoba untuk berpikir
positif.
Kami pun berjalan mendekati pintu
gudang . Kulihat wajah Val tampak tenang dan tak ada keragu-raguan sedikit pun.
Val melihat ke arahku seakan meminta persetujuan untuk membuka pintu itu.
Dengan terpaksa, aku mengangguk untuk mengiyakan.
Ternyata benar kata Val, pintu itu
tidak terkunci sama sekali. Pintu itu membuka sedikit demi sedikit. Dan setelah
pintu itu terbuka lebar, bau anyir darah yang sangat pekat tiba-tiba menyeruak
masuk ke rongga hidung. Kami pun terbatuk-batuk sejenak, dan segera menutup hidung.
Sembari menutup hidung, kembali
kusorotkan senter handphoneku ke jalan yang ada di depanku. Ternyata bercak
darah tadi tersambung ke dalam gudang. Kami pun memasuki gudang itu. Tapi baru
beberapa langkah, terdengar bunyi mencicit. Aku pun terkejut dan tanpa sengaja
menjatuhkan handphoneku dengan cahaya senternya menghadap ke atas, tapi Val
yang mempunyai reflek yang bagus segera menyenteri ke arah bunyi itu datang.
Ternyata ada seekor tikus nakal yang sedang menggerogoti bola tenis di pojokan.
Tapi saat terkena sinar senter, dia pun pergi dan bersembunyi di balik rak-rak
bola.
Setelah mengetahui sumber bunyi itu,
aku pun mengambil kembali handphoneku yang terjatuh. Karena cahaya senternya
menghadap ke atas, sekalian saja aku melihat langit-langit gudang ini. Tapi
betapa terkejutnya aku, ternyata di atas langit-langit ada sesuatu yang
menggantung.
Melihat ekspresiku yang terpaku dan
wajahku yang tiba-tiba pucat, Val yang penasaran dengan apa yang kulihat, juga
menyoroti langit- langit gudang. Kini terlihatlah dengan jelas bahwa sosok yang
menggantung di langit-langit gudang adalah seorang siswi yang memakai seragam
sekolah ini.
Melihat hal semacam itu, membuat
lidahku terasa kelu. Tiba-tiba semua yang ada di sekitarku seakan berputar,
badanku lemas. Val yang menyadari keadaanku segera membawaku keluar dari gudang
itu. Tapi sebelum sampai di luar, badanku yang sudah lemas pun jatuh pingsan.
Saat aku terbangun, aku sudah berada
di sebuah ruangan yang beraksen serba putih. Aku juga seperti mendengar suara
sirine di luar. Dan saat aku membuka mata, aku melihat wajah cemas Val.
“Lin, kamu udah sadar? ” ucap Val
dengan nada sedikit cemas.
“Se..se..sekarang aku dimana dan apa
yang terjadi?” tanyaku sedikit terbata-bata.
“Udah, udah. Jangan banyak tanya dulu.
Sekarang minum dulu air anget ini.”kata Val sambil menyerahkan segelas air
hangat. “Sekarang kamu tuh ada di UKS sekolah. Tadi kamu pingsan di deket
gudang olahraga, saat kita lagi menyelidiki bercak darah itu.”
Sekarang aku ingat aku pingsan
setelah melihat mayat yang menggantung di langit-langit gudang olahraga itu.
“Terus, gimana sama mayatnya?”
“Sekarang mayatnya lagi diurus sama
polisi. Tadi setelah kamu pingsan, aku segera nyari pak satpam. Terus pak
satpam yang nelpon polisi sama ambulans. Begitu polisi dateng, mereka segera
menurunkan mayatnya dan membawanya ke rumah sakit, katanya sih untuk a..a..”
“Autopsi?” sela ku.
“Iya! Autopsi! Dan sebelum mayatnya
diangkut ke mobil ambulans, aku dapat melihatnya sekilas. Setauku dia siswi
kelas XI (sebelas) di sekolah ini, dan kalau nggk salah namanya Gabriella
Adwitiya. Dan aku denger-denger juga, dia udah ngerencanain aksi bunuh dirinya
ini jauh-jauh hari.”
“Kelas sebelas? Bunuh diri?” sela ku
lagi.
“Iya, bunuh diri. Dan setelah aku
tanya ke sahabat-sabahatnya, dia katanya lagi ada masalah sama keluarganya.
Bapak ibunya sering bertengkar, dan dia sering jadi pelampiasan dari kemarahan
ibunya. Dan katanya lagi, dia udah pernah coba bunuh diri sebelumnya, tapi
berhasil digagalkan sama sahabat-sahabatnya. Sekarang karena kejadian ini,
sekolah hari ini diliburkan. Jadi aku nggk perlu kumpulin tugasnya hari ini.
Yeey!!”
“Eehh, tapi kenapa darahnya
berceceran dan kenapa ada batako di depan gudang olahraga?”
“Oh.. klo masalah darah itu, kata
polisi yang lagi nanganin kasus ini, katanya kemungkinan dia udah
menyayat-nyayat tubuhnya sendiri sebelum dia gantung diri. Dan untuk batakonya,
katanya pak satpam, ada yang nitipin batako itu, dan karena nggk tau dimana mau
ditaruh jadi ditumpuk aj di depan gudang olahraga.”
“Ohh... gitu toh.” Setelah aku
mendengar kisah itu, aku masih nggk percaya. Kenapa dia milih bunuh diri?
Padahal dia punya sahabat-sahabat yang menyayanginya.. Hhhmmm....
3 minggu kemudian, aku dan Val pergi
ke acara pemakamannya. Ke pemakaman Gabriella Adwitiya. Disana aku lihat ibunya
nangis begitu keras sampai terisak-isak. Sedangkan ayahnya terlihat sangat
terpukul.
Yah, begitulah hidup. Terkadang kita
sendiri nggk sadar kalau kita udah melewatkan dan menyianyiakan apa yang telah
kita miliki. Kita nggk pernah sadar bahwa rasa ego kita mungkin telah menyakiti
orang lain dan membawanya ke gerbang kehancuran. Satu hal kecil yang kita
lakukan ke orang lain, mungkin akan menciptakan sesuatu yang tak terduga
dikemudian hari, baik itu kejahatan maupun kebaikan.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar